Selasa, 21 Agustus 2007

Medan Magnet Pemicu Resah Di Sma Negeri 2

Medan Magnet Pemicu Resah




Sejak 1989, tercatat 20 guru SMA Negeri 2 Sidoarjo, menderita aneka penyakit, bahkan enam di antaranya mati dalam usia relatif muda. Mayoritas perempuan dan disergap kanker payudara. Para guru percaya, pemicunya adalah medan magnet bawah tanah di kompleks sekolah. Benarkah?

Tukang kebun SMAN 2 Sidoarjo, Karmadi, menunjukkan lahan depan
bekas ruang guru yang dicurigai mengandung medan magnet.




Sidoarjo, 12 april 2006
Segala keresahan guru-guru SMAN 2 Sidoarjo itu memuncak pada sebuah surat buat Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo. Perihalnya adalah permohonan relokasi gedung sekolah, tertanggal 3 April 2006. Ini berarti delapan hari setelah kematian guru SMAN 2, Dra Endang Indrawati, dalam usia 47 tahun karena kanker kelenjar endokrin. Endang adalah guru keenam yang mati sejak 1989, sedangkan SMA 2 berdiri sejak 1987.Guru SMAN 2 yang mati pertama adalah Dra Asmaningsing tahun 1989, kedua Erning Suparti Tamsi SH tahun 1998 dan ketiga Dra Endang Suhartuti tahun 1998. Semuanya disebutkan menderita kanker payudara. Guru yang mati berikutnya Drs Harjono Hardjowarsito pada 2001 karena kanker naso faring dan Drs Alexander Subiyanto pada 2005 karena stroke. Daftar nama enam guru yang mati dan 14 guru lainnya yang sakit mulai asam urat, diabetes melitus sampai tumor itu dilampirkan dalam surat tanggal 3 April tadi."Saya tidak bermaksud membesar-besarkan tapi memang kenyataannya demikian," kata Kepala SMAN 2, Dra Titik Sunarni MPd, kepada Surya, Rabu (12/4). Titik pula yang meneken surat permohonan relokasi gedung itu bersama Ketua Komite Sekolah Drs Badjuri. Tapi surat itu sampai ke tangan wartawan melalui anggota DPRD Sidoarjo dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Helmi Musa. Politisi ini mendapatkannya saat menjaring aspirasi masyarakat selama masa reses, pekan lalu.Pada surat itu, Titik Sunarni tak mencantumkan masalah kematian enam guru tadi pada urutan pertama alasan permohonan relokasi. Alasan pertamanya justru soal luas lahan sekolah yang cuma 0,8 hektare, padahal idealnya satu hektare. "Pada musim penghujan, lingkungan sekolah sering dilanda banjir. Hal itu sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar," demikian alasan kedua dalam surat Titik.Nah, baru pada butir ketiga, Titik menguraikan keresahan guru-guru soal isu medan magnet bawah tanah yang berdampak buruk bagi kesehatan. "Lebih-lebih dibuktikan dengan jatuh sakitnya guru-guru dan bahkan berakibat pada kematian," tulisnya. Titik melengkapi pula dengan laporan penelitian tim ahli geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2001. "Penelitian itu atas permintaan Pemkab Sidoarjo. Saya tidak tahu persis teknisnya karena baru dua tahun di SMAN 2. Tapi, katanya, penelitian itu menunjukkan bahwa tidak ada apa-apa di sana," ujar Titik Sunarni.Laporan itu memang memuat data-data dan keterangan teknis seperti peta kontur bawah tanah di lokasi sekolah seluas 800 M2, mengacu pada metode pengukuran Selp Potensial dan metode Magnetik. Penjelasannya bersifat teknis, baik data maupun keterangannya.Tapi inilah kesimpulan lengkapnya; "Dari hasil pengukuran menggunakan metoda geofisika Selp Potensial (SP), menunjukkan bahwa daerah sekitar lokasi SMAN 2 Sidoarjo terjadi adanya anomali potensial (terlihat pada gambar kontur sebaran Isopotensial), akan tetapi anomali ini berbentuk sheet body, bukan berupa pola yang memanjang satu jenis. Sehingga dengan adanya anomali ini diduga bukan terjadi adanya pola aliran air bawah tanah dan kecenderungannya anomali ini diduga berasal dari kabel ground di sekitar lokasi SMAN 2 Sidoarjo." Sedangkan kesimpulan atas metode magnetik menunjukkan, "Harga medan magnetik yang normal atau tidak terjadi adanya anomali yang cukup mencolok, sehingga pada metode magnetik ini tidak terjadi tanda-tanda anomali medan magnet."Menanggapi surat itu, Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo, MG Hadi Soetjipto, menyatakan, pihaknya akan meminta penjelasan lebih lanjut soal hasil penelitian itu ke ITB. "Kalau soal usulan relokasi, boleh-boleh saja tapi kan tidak mudah. Perlu biaya besar," katanya. Soetjipto pribadi tidak yakin ada hubungan antara penyakit dan kematian para guru dengan isu medan magnet. "Dari sisi akal meragukan juga. Saya kira itu karena kebetulan-lebetulan saja," katanya. Kendati demikian, para guru telanjur percaya sebaliknya.Kepercayaan yang hidup di antara mereka adalah bahwa lokasi medan magnet itu terletak di bawah ruang guru yang sekarang dijadikan ruang media berisi komputer, VCD dan peranti teknologi lainnya. Ruang itu kemarin terlihat digunakan murid-murid untuk kegiatan ekstra kurikuler. Tidak ada tanda-tanda kecemasan di antara mereka. Padahal, para guru percaya, medan magnet di bawah ruang itulah yang dulu menggerogoti daya tahan tubuh para guru.Kenyataan bahwa saat itu tidak ada murid yang pernah sakit macam-macam, apalagi sampai mati, semakin menguatkan kecemasan para guru. Tapi bukankah ada dua guru yang mengajar di SMAN 2 sejak berdiri dan segar bugar hingga kini? "Tidak juga. Bu Oemi (Oemiyati) juga pernah operasi (kanker rahim). Saya pernah kena thypus dan kolesterol tinggi. Saya yakin itu karena pengaruh medan magnet," kata guru ilmu sejarah SMAN 2 sejak 1990, Achmad Muyasir kepada Surya, kemarin.Kepercayaan ihwal medan magnet ini semakin berkembang karena ada tiga ruang yang lantainya lekas rusak. Tiap tahun diganti keramik baru, tiap tahun pula rusak lagi. Helmi Musa yang menerima laporan dari para guru, juga percaya pada keyakinan versi ini. "Suasana ruang kelas yang lantainya gampang rusak itu, saya rasakan memang lain," katanya. Helmi lantas berniat menanyakan pengaruh medan magnet terhadap penyakit itu kepada dokter kenalannya.Tapi dugaan soal penyebab kerusakan lantai itu terbantah oleh perkiraan Karmadi, 54, tukang kebun SMAN 2 sejak berdiri 1987. "Bukan itu masalahnya. Kalau lantai cepat rusak itu karena pemadatan tanah di bagian situ tidak sempurna. Dulunya kan sawah," tepis Karmadi.Tukang kebun yang tinggal di kompleks sekolah ini menepis satu hal tapi juga mengajukan hal lain yang lebih musykil. Ia percaya, kematian demi kematin guru SMAN 2 akibat sekolah "tidak pernah izin" kepada makam sesepuh Dusun Kuthuk, Kelurahan Sidokare, yakni mendiang Haji Zakaria dan Siti Fatimah. Makam keduanya tak jauh dari lokasi sekolah. "Saya sebetulnya sudah usul supaya ditanam dua pohon beringin dan diadakan ritual tapi tidak ditanggapi," ungkapnya.
Selain Karmadi, ada lagi tukang kebun bernama Suratman yang juga tinggal di kompleks sekolah. "Saya sudah 13 tahun di sini dan sering ke ruang guru mengantarkan minuman. Bukannya berharap, sampai sekarang ya seger waras seperti ini," kata Fatimah, istri Suratman. Pasangan Suratman-Fatimah ini punya dua anak. “Semuanya sehat,” pungkasnya.
Murid-murid tak PercayaMurid-murid SMAN 2 Sidoarjo justru menepis kepercayaan guru-guru mereka soal isu medan magnet di sekolah yang berdampak buruk pada kesehatan, hingga enam guru meninggal karena terserang kanker sejak 1989. Dari diskusi kecil Surya dengan sembilan murid SMAN 2, Jumat (14/4), semuanya mengaku tak percaya pada isu itu. Argumen mereka macam-macam tapi seluruhnya menafsirkan peristiwa penyakit dan kematian para guru itu dengan hal-hal yang rasional. "Saya tidak percaya medan magnet mengakibatkan kanker. Kalau uranium, memang iya," ujar Maulidin, murid kelas II jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Maulidin paham bahwa uranium merupakan salah satu bahan bom yang memiliki efek buruk pada kesehatan.Lalu, bagaimana kira-kira uranium bisa ada di kompleks SMAN 2? Seorang murid bernama Arsyida, juga kelas II jurusan IPA, menyodorkan teori tentang lahan SMAN 2 yang menjadi tempat lalu-lalang serdadu Belanda. "Cerita yang saya dapat begitu. Bisa jadi, di bawah tanah sekolah ini ada amunisi Belanda," katanya.Teori Arsyida ini tentu saja spekulatif karena belum ada penelitian yang menguatkan soal amunisi di SMAN 2. Namun, satu hal yang layak dihormati adalah pikiran bebas murid-murid untuk tidak menghubungkan penyakit dan kematian dengan hal-hal klenik. Itu sebabnya, mereka tertawa kecut membaca pendapat tukang kebon SMAN 2, Karmadi (Surya edisi 13 April) yang mengaitkan kematian para guru dengan makam sesepuh Dusun Kuthuk, Kelurahan Sidokare. "Itu mitos, tidak layak dipercaya. Semakin mitos itu dipercayai, semakin terkabulkan. Ada kan haditsnya soal itu," tukas Rahmawati Ilmania, murid jurusan IPA. Murid berjilbab ini kemarin bersama delapan temannya sesama aktivis Sie Kerohanian Islam SMAN 2 mempersiapkan dekorasi panggung perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW, Sabtu (16/4) hari ini.Ilmania bukan hanya menepis mitos makam tapi juga isu medan magnet penimbul kanker. Nia sangat yakin, kematian demi kematian itu kebetulan belaka. "Saya malah dapat info, ada guru yang sudah sakit kanker sebelum ke mengajar di sini," terangnya tanpa menunjuk identitas si guru. Demi menguatkan penolakannya terhadap kepercayaan versi para guru, Ilmania bahkan menyebutkan, penyakit kanker lebih dipengaruhi faktor makanan. Tapi, tidakkah mereka ingin melakukan penelitian seputar kebenaran medan magnet itu? "Wah, itu perlu alat yang canggih, kami tidak bisa," tukas Ilmania.Lazim diketahui, medan magnet memang dapat timbul dari sistem instalasi listrik maupun peranti seperti lemari pendingin, air conditioner, kipas angin, pompa air, televisi dan komputer. Situs elektroindonesia.com menyebutkan, bumi secara alamiah juga mengandung medan listrik antara 100-500 V/m dan medan magnet antara 0,004-0,007 mT. Medan listrik dan medan magnet termasuk kelompok radiasi non-pengion. Radiasi ini relatif tidak berbahaya, berbeda sama sekali dengan radiasi jenis pengion seperti radiasi nuklir atau radiasi sinar rontgen.Seperti diberitakan, masalah medan magnet ini mencuat setelah Kepala SMAN 2 Titik Sunarni dan Ketua Komite Sekolah, Badjuri, mengirim surat resmi kepada Pemkab Sidoarjo supaya sekolahnya direlokasi. Salah satu alasannya soal isu medan magnet yang memicu kanker, bahkan mengakibatkan kematian enam guru sejak 1989 dan 16 lainnya menderita aneka rupa penyakit. Padahal, sebuah tim dari geofisika Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah menyimpulkan bahwa tidak ada anomali medan magnet di sekolah itu. Tim ini juga menepis dugaan bahwa di bawah tanah sekolah itu ada pertemuan arus air yang besar. Masalahnya, tim tersebut menghubungkan adanya anomali selp potensial dengan kabel ground yang mungkin ada di sekotar SMAN 2.